Oleh: Legi Okta Putra (Mahasiswa Ilmu Peternakan Universitas Andalas)
Keinginan banyak pihak untuk kemajuan Peternakan Indonesia sepertinya pekerjaan yang sangat berat bagi Muladno sebagai Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan yang baru dilantik.
Peternakan Tradisional
Saat ini, sistem peternakan secara tradisional yang dijalankan peternak kecil untuk memelihara 2-3 ekor sapi atau kerbau sebagai acuan yang dipahami dalam beternak. Peternakan tradisional tidak memilki visi, misi yang jelas dan manajemen yang baik dalam pemeliharaan sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan utama bagi peternak. Dimana setiap harinya ternak dilepas di lingkungan sekitarnya tanpa ada pengawasan yang baik namun tetap diikat. Sedangkan peternak pergi bekerja dibidang lain untuk mengisi waktu kosong demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Latar belakang pendidikan yang rendah membuat peternak berfikir secara singkat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya sehingga peluang berbisnis pada bidang peternakan tidak dilihatnya. Melainkan hanya sebatas menjaga tabungan yang uangnya dalam bentuk ternak. Sehingga saat dibutuhkan peternak langsung menjualnya.
Hal itulah yang menjadi buah pikiran Muladno yang saat ini sebagai Ditjen PKH Kementan RI seperti pernyataannya pada majalah Trobos yang mengisahkan pengamatannya selama 13 tahun, “sudah belasan tahun, hampir diseluruh provinsi tidak ada perubahan dibanding ketika saya masih kecil pada peternakan rakyat, jumlah ternak hanya berkutik pada 2-3 ekor itu saja dan kurus-kurus” kata Muladno. Hal ini menandakan adanya suatu kesalahan mendasar pada peternak rakyat yaitu kurangnya ilmu dan wawasan sehingga menjadikan posisinya lemah.
Kesalahan mendasar merupakan pondasi yang paling awal atau penting untuk diperbaiki oleh pemerintah saat ini. Karena untuk menampung semua program pemerintah nantinya, dibutuhkan pondasi yang kokoh pada peternak yaitu wawasan dan pengetahuan yang luas. Baiknya pondasi pada peternak kecil membantu dan mempermudah pemerintah dalam membawa peternakan Indonesia kearah yang lebih sejahtera. Ditambah lagi peternakan rakyat merupakan komunitas yang terbesar dan memegang peranan penting dalam kemajuan peternakan Indonesia. Kenapa demikian?
Sekarang fokuskan sudut pandang kita ke ternak besar. Secara data statistik, lebih kurang 90 % peternakan yang ada di Indonesia dipegang oleh peternakan rakyat atau peternak kecil yang memiliki 2-3 ekor sapi atau kerbau per peternak. Sehingga kemajuan peternakan Indonesia terletak di tangan peternakan rakyat. Pergerakan pemerintah untuk memulai suatu perubahan harus berawal dari peternak kecil yang saat ini baru bisa jalan ditempat.
Upaya yang dilakukan pemerintah pada tahun sebelumnya untuk memajukan peternakan Indonesia salah satunya dengan menggagas suatu kebijakan “swasembada daging”. Swasembada daging berarti kita bisa memenuhi kebutuhan akan daging dalam negeri dengan produksi daging dalam negeri sendiri tanpa ada impor.
Kebijakan swasembada daging diluncurkan 10 tahun yang lalu bersamaan dengan kebijakan lain yang saling mendukung. Sebagian orang mengkategorikan gagal karena ditandai dengan masih berjalannya impor sapi untuk memenuhi kebutuhan daging indonesia dan sebagian orang lagi menyatakan kebijakan ini sudah tercapai karena melirik data statistik yang menunjukkan populasi sapi Indonesia sudah memenuhi target jumlah sapi pada swasembada daging.
Namun jika hanya memenuhi jumlah populasi tanpa memenuhi kebutuhan daging maka belum bisa dikatakan berswasembada daging. Pun yang belum swasembada hanya pada daging merah sedangkan daging ayam dikategorikan sudah swasembada. Gagalnya kebijakan ini terlihat dari setelah pergantian rezim Indonesia maka terjadi penggantian kebijakan baru oleh Ditjen PKH saat ini.
Program ampuh
Hal yang sangat mendasar dan harus diperhatikan dalam membangun peternakan Indonesia yaitu kualitas SDM. Peternak rakyat Indonesia memiliki latar belakang pendidikan yang rendah sehingga menyulitkan pemerintah dalam menerapkan suatu pengetahuan yang baru atau sistem peternakan modern pada peternak.
Muladno yang terpilih sebagai Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan pasti sudah mengikuti masa seleksi yang begitu panjang, salah satunya dengan pemaparan perencanaan atau gagasan untuk pembangunan peternakan Indonesia kedepan. Beliau yang sebelumnya sebagai Guru Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan aktif di berbagai organisasi yang mengarah pada pembangunan peternakan Indonesia sangat mengkhawatirkan nasib peternak kecil yang tidak kunjung sejahtera.
Hal itupun terlihat ketika gagasan Muladno yang dalam dua tahun lalu mulai berjalan di peternakan kecil. Gagasan tersebut adalah Sekolah Peternakan Rakyat (SPR). Sekolah Peternakan Rakyat inilah yang ditunggu-tunggu peternak kecil. Dimana peternak kecil dibimbing, diarahkan, dan diajarkan manajemen, baik dalam beternak maupun dalam pemasaran. Sehingga dapat meningkatkkan wawasan, pengetahuan dan juga kemampuan peternak. Muladno mengartikan sekolah merupakan pemberdayaan dengan pelaksanaan yang akan berkelanjutan.
Namun dalam memperbaiki kualitas SDM dengan latar belakang pendidikan yang masih rendah membutuhkan waktu yang cukup lama. Apalagi program ini pada awalnya berjalan tanpa ada dukungan penuh dari pemerintah pusat, sehingga hanya terlaksana pada tiga kecamatan di Sumatera Selatan. Pun berjalannya program SPR didukung oleh kepala daerah itu sendiri yang menginginkan kemajuan peternakan di daerahnya.
Hari ini, sudah dua minggu Muladno dilantik menjadi Ditjen PKH. Tidak menuntut kemungkinan program Sekolah Peternakan Rakyat menjadi program ampuh Muladno dalam membimbing peternak kecil seluruh indonesia menuju puncak kemajuan peternakan Indonesia. Walupun membutuhkan waktu yang lama tapi hasilnya akan besar.
Program Pendamping
Dibalik itu munculnya suatu program baru Kemitraan Mulia 52 yang sudah digagas Muladno untuk mendukung dan memperkuat program SPR. Dari majalah Trobos (Mei 2015) Muladno menggambarkan program Kemitraan Mulia 52 terdapat tiga kemitraan yaitu pemerintah, swasta, dan peternak kecil yang akan saling mendukung satu sama lain selama 52 bulan atau setara 4 tahun dan berakhir pada pembagian hasil ternak yang diperoleh. Dimana pemerintah dan swasta digambarkan sebagai sayap atau pemodal dari suatu pesawat peternakan sedangkan peternak kecil sebagai badan pesawat atau eksekutor. Pemerintah mengeluarkan modal dalam bentuk barang (sapi) ditambah biaya produksi sedangkan swasta sebagai pemodal yang mengeluarkan dalam bentuk tunai namun diberikan setiap bulan untuk memenuhi kebutuhan peternak selama 52 bulan sebanyak modal yang dikeluarkan pemerintah. Namun program ini masih dalam persiapan untuk dijalankan.
Jika kedua program berjalan dengan baik dalam berkolaborasi maka pengetahuan atau ilmu peternakan peternak akan bertambah melalui SPR sedangkan ternak yang digunakan berasal dari KM52. Setelah program berjalan selama 4 tahun, maka peternak sudah memiliki kemampuan dalam mengelola ternak secara besar dan juga mendapatkan hasil pembagian ternak dari program KM52. Peternakan rakyat akan berangsur-angsur bangkit setelah program dari pemerintah berjalan dengan baik, sehingga peternak kecil memajukan peternakan indonesia.
Belum ada tanggapan untuk "Awal Kemajuan Peternak Kecil"
Posting Komentar