Oleh: Legi Okta Putra (Mahasiswa Ilmu Peternakan Universitas Andalas)
Dipertengahan bulan Ramadhan, banyak ditemukan daging busuk tidak layak konsumsi dan mengandung bakteri berbahaya bagi konsumen; masih disimpan dan dijual oleh sebagianpedagang.
Pergerakan penjualan daging busuk di Kota Bandung, Kediri, dan Jombangsudah ditanganioleh pemerintah setempat, salah satunya di pasar Kota Bandung ditangani oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung (Tempo.com).Sedangkan daerah lain di Indonesia, kemungkinan perdagangan daging busukjuga terjadi namun belum ditemukan dan bahkan ada dinas daerah setempat belum melakukan penyelidikan pasar.
Fenomena ini terjadi bukan karena mekanisme demand and supply (kebutuhan dan pasokan) semata. Namun, ada hal lain yang menyebabkan terjadinya penjualan daging busuk yang dikarenakanover-supplydan tidak laku jual.
Kecurangan Pedagang Daging
Sebagian pedagang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan besar tanpa mempedulikan dampak yang ditimpa para konsumen.Konon, hal ini sudah terjadi sejak lama, tetapi belum ada tindakan nyatauntuk menghentikanya dalam jangka waktu yang panjang.
Banyak tindakan bodoh yang dilakukan pedagang dalam mencari keuntungan semata, yaitu Pertama, pedagang sapi glonggongan. Pedagang mencari keuntungan dengan memaksa sapi minum air sebanyak-banyaknya dengan cara memasukkan selang kedalam mulut sapi (diglonggong). Harapan pedagang dengan melakukan penyiksaan sapi tersebut adalah untuk menghasilkan daging dengan kandungan air yang banyak sehingga timbangannya meningkat dan keuntungan akan bertambah. Hal ini, akan merugikan konsumen dan juga penyiksaan pada sapi.
Kedua, pedagang sapi tiren (mati kemaren). Beberapa oknum, menjual daging sapi yang sudah mati kemaren(mungkin karena sakit atau ditabrak) di pasar, bahkan dengan mengolah menjadi makanan favorit masyarakat; bakso, dendeng, sate, atau jenis makanan lain. Penjual makanan olahan daging dapat meraih keuntungan lebih besar karena harga daging sapi tiren jauh lebih murah daripada daging segar.Tentunya ini lebih keterlaluan, karena memakan bangkai bagi umat islam hukumnya haram, belum lagi resiko penyakit akibat memakan bangkai.
Sementara yang terakhir, pedagang daging busuk. Dagingmenjadi busuk dikarenakan bakteri pathogenyang cepat mengkontaminasi daging (daging tidak laku jual) yangtempat penyimpanannya tidak cukup dingin.Bakteri pathogen pada daging jika dikonsumsi manusia dapat mengundang penyakit, bahkan kematian.Hal ini lah yang menyebabkan, daging yang sudah busuk tidak bisa dijual lagi, sehingga penerimaan yang diperoleh lebih kecil daripadamodal yang dikeluarkan pedagang. Celakanya, pedagang tidak menginginkan kerugian ini terjadi, sehingga daging yang tidak laku (daging busuk) dijual kembali supaya tidak rugi. Bahkan, bekerja sama dengan pedagang bakso, rumah makan, sate, atau lainnya, agar penjualan daging busuk cepat dijual dan sulit untuk diketahui konsumen.
Dari tingkah laku kecurangan pedagang diatas, menandakan mental pedagang yang lemah dalam berkompetisi mencari keuntungan yang halal. Hal ini berbeda dengan pedagang lain, yang bersaing dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk peternakan yang ditawarkan; menjalankan peraturan yang berlaku;dalam menarik perhatian pembeli sehingga tidak merugikan konsumen.
Impor Daging Sumber Masalah Daging Busuk
Kebutuhan daging yang lebih besar dari pada pasokan dalam negeri menjadi salah satu syarat untuk melakukan impor. Pemerintah selalu mengambil data kebutuhan daging masyarakat sebelum mengeluarkan kebijakan impor. Dengan harapan kebutuhan daging masyarakat dapat terpenuhi dan harga daging tidak melonjak naik.
Permasalahannya, jumlah impor yang dilakukan pemerintah mungkin tidak sesuai dengan data kebutuhan dalam negeri. Karena data kebutuhan daging setiap daerah mungkin tidak sesuai dengan data yang diambil pemerintah. Seperti penjelasanKepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung, Elly Wasliah yang menyatakan bahwa daging busuk yang digeledah di pasar Bandung salah satunya berasal dari Australia (dalam halaman web resmi Kepolisian Negara Republik Indonesia).
Hal tersebut menunjukkan bahwa ada yang salah dalam jumlah, sistem, dan penyedian daging import,khususnya yangberasal dari Australia sehingga menimbulkan oversupply yang akhirnya menjadi sumber penyediaan daging busuk.
Pemerintah Gagal Melindungi Warganegara
Dilihat dari Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, hanya membicarakan penjaminan produk hewan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) pada pasal 58 ayat (1). Sementara, sanksinyabelum ditetapkan pemerintah dalam pelanggaran peraturan yang sudah berlaku.
Hal inilah yang membuat pedagang sangat leluasa melakukan kecurangan dalam berdagang produk peternakan.Seharusnya pemerintah seriusdalam menangani kecurangan dalam penjualan daging sehingga permasalahan ini tidak ditemui lagi kedepannya. Karena, kecurangan pedagang daging busuk yang sedang terjadi saat ini, sagat mengkhawatirkan bagi masyarakat.
Penjualan daging busuk seperti pembunuhan warganegara menggunakan racun. Tanpa sanksitegas pemerintah terhadap pelanggaran dalam perdagangan daging busuk maka dikategorikanbahwa pemerintah sudah gagal menjalankan UUD Tahun 1945 terhadap perlindungan warganegara Indonesia.Karena dilihat dampak yang diterima konsumen dari penjualan daging busuk adalah penyakit dan bahkan kematian.
Menghindari Daging Busuk
Untuk menghindari perdagangan daging busuk, paling tidak ada tiga hal yang perlu diatur oleh pemerintah pusat maupun setempat, yaitu volume maksimum yang dapat disimpan, harga maksimum yang diizinkan, serta waktu penyimpanan maksimum. Besaran volume bahan pangan (daging) dapat ditetapkan jika pemerintah daerah memiliki data timeseries penjualan daging oleh kios dan distributor bulanan. Sedangkan harga maksimum dapat ditetapkan dengan menghitung biaya produksi plus keuntungan ditambah batas toleransi yang diizinkan dalam perayaan hari besar keagamaan.Sementara, waktu penyimpanan dapat ditetapkan denganmencari kombinasi yang ideal agar stok tidak bergeser menjadi penimbunan.
Mekanisme pengawasan mutlak diintensifkan dan sinergi pemerintah bersama masyarakat menjadi kuncinya. Karena pengalaman dari penangkapan penjualan daging busuk oleh Pemerintah dan Polri sebagian besar bersumber dari informasi atau laporan masyarakat. Sehingga untuk pengawasan, pemerintah harus melakukan audit stok gudang dengan memanfaatkan informasi masyarakat.
Namun hal ini tidak lepas dari penanganan dan rehabilitasiterhadap pelaku. Karena perdagangan daging busuk juga bersumber dari tingkah laku kecurangan pedagang. Pemerintah harus selalu memberi pelatihan yang baikuntuk memperbaiki dan juga mempertahankan mental pedagang.
Sumber gambar: yourbodyonline.files.wordpress.com
Sumber gambar: yourbodyonline.files.wordpress.com
Belum ada tanggapan untuk "Daging Busuk yang Tidak Ditangani Serius oleh Pemerintah"
Posting Komentar