Sarjana Jualan Ayam Bakar Wong Solo Kaki Lima Sukses


Sobat Bocang, Puspo Wardoyo kelahiran Solo umur 43 tahun, memulai usahanya dengan melepas pekerjaan tetapnya sebagai guru SMA di Perguruan Wahidin, Bagan Siapi-api, Sumatera Utara. Puspo membuka usaha warung kaki lima berlabel “Ayam Bakar Wong Solo” di belakang bandara Polonia, Medan. Uang Rp. 700.000 hasil tabungan selama menjadi guru dijadikan modal usaha.

Puspo tidak memperdulikan omelan mertua dan istrinya: Rini Purwati alumni Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada dan juga sebagai dosen Universitas Sumatera Utara. Mertua Puspo jengkel, bahkan titip pesan nyelekit pada istrinya: bahwa tindakan membuka warung pinggir jalan itu memalukan.


Awal usahanya berjalan kurang baik, jika hari hujan ayam-ayamnya tidak laku. Tetapi Puspo pantang menjual ayam sisa keesokan harinya, karena pentingnya menjaga kualitas dagangan dalam berusaha. Warungnya maksimal menjual 7 ekor dengan omset Rp 35 ribu hari. Saat tiga bulan pertama Puspo hanya dapat menjual 3 ekor ayam dan masih sering tersisa. Namun, keteguhan hatinya lebih baik membuka lapangan kerja dari pada mencari kerja.


Usaha puspo jatuh bangun seiring berjalannya waktu. Suatu saat, pembantunya butuh uang cepat guna menebus rumahnya yang akan disita sebesar Rp.800 ribu. Puspo memang punya uang Rp 1,3 juta, tetapi telah disiapkan pengembangan usaha. Suatu pilhan sulit: menolong pembantu atau mengutamakan masa depan usahanyanya. Dia memilih menolong pembantu meski harus rebut dengan istrinya. Namun, siapa sangka kalau pertolongannya justru awal kesuksesanya. Pembantunya mengenalkan Puspo dengan wartawan harian Waspada, Medan. Obrolan dengan wartawan ternyata jadi headline Koran Waspda dengan judul “Sarjana Buka Ayam Bakar Wong Solo”. Itu terjadi pada suatu hari tahun 1992. Keesokan harinya ratusan pelanggan mendatangi warungnya. Seratus potong ayam ludes terjual dan terus meningkat hingga 200 potong pada hari-hari berikutnya. Omset juga ikut membubung menjadi sekitar Rp 350 ribu/ hari. Momen ini sekaligus menyadarkan puspo bahwa publikasi dan promosi penting untuk kemajuan usaha.


Pertengahan tahun itu juga, BNI menawarkan bantuan pinjaman tanpa agunan sebesar Rp 2 jt. Padahal puspo tidak mengajukan permohonan pinjaman. Namun, ia setuju dan menggunakannya untuk memperluas warung sekaligus mengganti kompor minyak dengan kompor gas. Kemudian BNI kembali menawarkan pinjaman lunak sebesar Rp. 15 juta yang hanya berselang lima bulan dari pinjaman pertama. Pinjaman ini dijadikan modal membuka cabang pertama di kota yang sama.


Namun, cabang ini bermasalah sebab pemerintah setempat menuding mengganggu ketertiban serta dibangun tanpa izin. Esoknya Ayam Bakar Wong Solo masuk Koran karena tindakan sita dan pembongkaran pemda setempat. Puspo pasrah dan mengaku salah. Itu merupakan pelajaran berharga baginnya. Sebagai gantinya, ia membuka cabang lain di lokasi berbeda tapi dengan perizinan yang lengkap, langkahnya semakin tak tertahankan dengan membuka cabang-cabang baru di setiap konter food bazar matahari. Berbagai variasi juga dilakukan dengan menu tambahan seperti gado-gado dan berbagi makanan khas jawa. Karyawannya membengkak menjadi 24 orang.


Waktu itu, ia berniat membeli hak waralaba McDonald’s untuk wilayah Sumut senilai US$ 2 juta. Setelah melewati seleksi ketat, Puspo lolos atas kepemilikan hak waralaba itu dengan satu syarat yang berat: melepas ayam bakar wong solo. Dia keberatan dan SSUV juga setuju dengan Puspo. Kata SSUV, dia lebih baik mengelola RM Ayam Bakar wong solo dengan lebih professional. Akhirnya, kesempatan menjadi pemegang waralaba di lepas. Maka, sesuai tuntutan profesionalisme, puspo mendirikan PT Sarana Bakar Digdaya (SBD) yang memayungi usahanya. Merasa respek dengan usaha Puspo, SSUV memberi pinjaman penyertaan modal sebesar 750 juta untuk jangka waktu pengembalian lima tahun. Dengan demikian, kepemilikan saham SBD ikut berubah dengan 85% milik puspo dan selebihnya milik SSUV. Pinjaman itu digunakan untuk merehabilitasi cabang rumah makannya dan membeli tanah di kawasan Polonia. SSUV kembali menguncurkan bantuan finansial secara bertahap hingga 2 miliar untuk pengembangan cabang-cabang lain. Atas dorongan SSUV terbentuklah PT Sarana Krakatau Digdaya (SKD) dengan plafon dana sebesar RP 2 milyar. Melalui SKD Puspo mulai mewaralabakan prodduknya.


Puspo juga menggaet PT Sarana Bali Ventura (SBV) untuk berekspansi ke pulau dewata. Untuk itu dia berinvestasi hingga 850 juta tambah pinjaman dari SBV sebesar 400 juta. Kini, dia telah membuka 11 cabang RM Ayam Bakar Wong Solo di berbagai kota besar: Medan, Solo, Bali, Pekanbaru, Surabaya, Semarang, Malang, dan Padang. Cabang di Banda Aceh dan Binjai sempat ditutup, tapi setelah itu dibuka lagi. Terakhir, ia membuka cabang baru di Yogyakarta dengan investasi 500 juta dan diproyeksi balik modal paling lambat akhir tahun ke 2.


Tetapi Puspo kesulitan mencari lahan yang luas dan representative untuk cabang baru di Jakarta. Selain ulet dan jujur, keberhasilan Puspo juga atas dukungan tim manajemen yang mencapai 20 orang, selain 500-an karyawan. Ia merekrut sarjana-sarjana pilihan dari berbagai perguruan tinggi untuk membantunya mengelola perusahaan serta sokongan manajemen dari dua modal ventura. Puspo juga mengembangkan usahanya di Malaysia, Singapura dan Brunei Darusalam.


Foto: maxmanroe.com

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Sarjana Jualan Ayam Bakar Wong Solo Kaki Lima Sukses"

Posting Komentar