Jika Pejabat Negara Menyisihkan Gaji untuk Peternak Rakyat


Oleh: Legi Okta Putra
(Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Andalas)

Australia investasi USD 10 juta di sektor peternakan sapi Indonesia yang akan direalisasikan di kabupaten Maros Sulawesi Selatan pada akhir September 2015. Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) telah dilakukan oleh kemitraan Indonesia – Australia pada Rabu 10 Juni 2015 di Gedung  Suhartoyo BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) RI Jakarta. (Baca: beritakotamakassar.com 11/06/2015).

PT Pramana Austindo yang merupakan nama MoU-nya, dengan memiliki tiga perusahaan kemitraan yang sebelumnya sudah menjadi pelaku usaha dibidang industri peternakan sapi. Pertama, PT Pramana Agri Resource telah menjadi “pengembang peternakan dan pengolahan daging sapi yang terintegrasi dengan pertanian tanaman pangan”. Kedua, PT Rumpinary Agro Industry berpengalaman dalam “penggemukan sapi”. Sementara yang ketiga, Australian Rutal Export (Austrek) telah dikenal sebagai “perusahaan sapi terbesar ke dua di Australia” , baca di Jurnalasia.com (11/6/2015).

Investasi Sektor Peternakan ini akan menyerap 160 orang tenaga kerja lokal, 5000 Ha lahan budidaya tanaman pakan, dan 30 Ha tanah untuk bangunan kandang penggemukan sapi (feedlot) dan rumah potong hewan (RPH) yang berstandar Internasional.

Output yang diharapkan, “terjadinya peningkatan produksi daging sapi sebesar 625 ton pertahun dan secara otomatis juga akan meningkatkan pengetahuan di bidang peternakan bagi masyarakat lokal di Sulsel” menurut perspektif Try Mallombassi selaku Kepala Sub Bidang Promosi BKPMD Sulawesi Selatan (Bogor-today.com 11 Juni 2015).

Tetapi, pernahkah terpikir oleh kita yang melatarbelakangi Australia mulai mengembangkan sayap investasi di Indonesia, yang mana mereka adalah salah satu eksportir sapi terbesar di dunia? Atau memikirkan nasib peternak kecil Indonesia kedepannya setelah ada investor asing masuk? Hal ini harus dipertimbangkan dalam sisi negatifnya juga. Agar tidak merugikan negara kita sendiri nantinya.

Impor Daging Turun

Indonesia merupakan pasar daging yang besar bagi pengusaha sapi Australia. Bagaimana tidak, Indonesia yang kebutuhannya tinggi akan daging sapi, selama ini selalu menggantungkan nasibnya ke Australia. Hingga membentuk kemitraan Indonesia – Australia dalam Ketahanan Pangan di Sektor Daging dan Ternak Sapi (Indonesia – Australia Partnership on Food Security in the Red Meat and Cattle Sector).

Investasi Australia kali ini, ada kaitannya dengan impor daging sapi Indonesia yang menurun. Sesuai dengan catatan Trobos.com (4/6/2015) bahwa penurunan impor daging sapi Indonesia sebesar 31% pada periode Januari – April 2015 dan di Australia juga terjadi penurunan ekspor daging sebesar 12.165 ton, dikutip dari rilis resmi Meat and Livestock Australia (MLA) yang merupakan Lembaga Riset dan Pemasaran bersama Pemerintah Australia dengan Pelaku Industri Sapi.

Sekarang ini Indonesia mulai menurunkan impor daging sapi untuk membangun peternakan sapi dalam negeri. Tetapi Australia tidak mau melepaskan pasar indonesia yang merupakan salah satu sumber keuangan terbesar yang dimilikinya. Dengan kepintaran Australia mencari cara agar pasar daging sapi Indonesia akan selalu dipegang atau didominasi oleh perusahaan Australia. Salah satu cara yang dilakukannnya yaitu berinvestasi di sektor peternakan sapi di Indonesia.

Nasib Peternak Rakyat Indonesia

Investasi asing yang diterima Indonesia memiliki dampak negatif seperti beberapa pespektif Nuraini (2014) adalah perusahaan asing menguasai pasar lokal, operasional pasar diatur pengusaha asing, manajemen keuangan perusahaan tertutup, bagi hasil yang tidak seimbang dengan kerusakan alam yang ditimbulkan, manajemen perkembangan produksi sulit diawasi, memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang, dan memonopoli usaha dan kekuasaan. Begitu banyak dampak negatif yang akan diterima Indonesia.

Kita lihat peternakan rakyat/kecil yang skala kepemilikannya 3-4 ekor/peternak (Muladno Ditjen PKH), tidak dapat bersaing dengan investor karena kecilnya modal dan hasil yang didapatkan. Peternak kecil menghabiskan banyak waktu dan uang dalam menghasilkan satu produksi ternak, sedangkan investor asing yang memiliki teknologi modern lebih efektif dan efisien dalam menghasilkan produksi ternak yang banyak. Sehingga pasar lokal Indonesia dimonopoli oleh perusahaan asing. Sementara peternak kecil Indonesia akan rugi di pasar mereka sendiri.

Stop Investor Asing

Pasar Indonesia selalu menjadi target dagang oleh pihak asing. Bermacam cara dilakukan pebisnis luar negri untuk masuk dalam persaingan pasar Indonesia. Salah satu caranya dengan investasi asing dan program MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang akan direalisasikan akhir desember 2015.

Hal ini tidak akan menciptakan kedaulatan pangan secara mandiri, jika Indonesia selalu bergantung pada investor asing. Memang lapangan kerja terbuka lebar dan produksi daging meningkat, tetapi peternakan rakyat akan hilang dan semangat untuk beternak juga akan berkurang. Pemerintah hanya sekedar memenuhi kebutuhan daging melalui produksi dalam negeri, sementara kehidupan para peternak dipertaruhkan.

Pemerintah semestinya selalu menjaga, mengembangkan dan mempertahankan keberlangsungan peternak kecil bukan memperbanyak investasi asing. Karena dari sabang sampai marauke, setiap pelosok atau perkotaan, peternakan rakyat selalu ada.

Oleh karena itu, investor asing harus dihentikan agar Indonesia tidak selalu bergantung pada investor asing yang akhirnya merugikan Indonesia terutama peternak kecil. Banyak cara yang dapat dilakukan pemerintah dalam membangun peternakan melalui investasi dalam negeri.

Investasi Pejabat Negara

Salah satunya adalah Indonesia dapat memberdayakan peternak kecil sebagai pelaku usaha, dengan menggandeng para pejabat tinggi atau pejabat negara lainnya yang ada di Indonesia menjadi investor di sektor peternakan sapi.

Pejabat negara memiliki penghasilan setiap bulan yang melebihi kebutuhan hidupnya, maka gajinya dapat dipotong untuk berinvestasi dalam beberapa waktu tertentu sampai memenuhi jumlah investasi yang dibutuhkan. Sementara peternak kecil dapat dididik melalui Sekolah Peternakan Rakyat seperti yang di nyatakan Muladno Ditjen PKH (Trobos.com 1 Mei 2015).

Maka dengan cara seperti ini peternak kecil dapat maju dan juga Indonesia tidak menambah hutang lagi ke luar negri melalui investasi. Sementara pejabat negara selain membantu kemajuan peternakan dalam sektor finansial, juga mendapat pendapatan sampingan yang akan selalu mengalir secara berkelanjutan. Dan Peternakan Indonesia Jaya!!!

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Jika Pejabat Negara Menyisihkan Gaji untuk Peternak Rakyat"

Posting Komentar